JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengapresiasi Huayou Cobalt Co., Ltd yang terus mengembangkan investasinya di Indonesia dengan mengembangkan energi baru terbarukan (EBT)dan green energy. Hal ini sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo yang menargetkan porsi EBT bisa mencapai 23 persen pada bauran energi nasional tahun 2025 dan terpenuhinya target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
“Kiprah Huayou Cobalt Co., Ltd di Indonesia bukan hal yang baru. Selama lima tahun ini, Huayou Cobalt Co., Ltd telah menanamkan investasi sebesar 21,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 320,9 triliun untuk 9 proyek yang menyerap 52.000 tenaga kerja di Indonesia. Membantu menggerakan perekonomian Indonesia,” ujar Bamsoet usai menerima Chief Representative Huayou Cobalt Co., Ltd di Indonesia Yibo Chen dan Director Comercial Huayou Cobalt Co., Ltd Yory Jayady Radjak, di Jakarta, Sabtu (8/7/23).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, Investasi di sektor energi baru terbarukan di Indonesia sangat menjanjikan. Karena, kekayaan sumber daya alam Indonesia sangat berlimpah. Semisal, nikel terbesar di dunia, timah terbesar kedua di dunia, batu bara termal/lignit terbesar ketiga dunia, bauksit terbesar keenam dunia, emas terbesar keenam di dunia, dan tembaga terbesar ketujuh dunia.
“Data US Geological Survey memproyeksikan cadangan nikel Indonesia mencapai 21 juta metrik ton. Dimana sekitar 40% nikel dunia ada di Indonesia yang tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Sehingga Indonesia menjadi pemain utama nikel dunia, disusul oleh Australia dengan cadangan nikel yang mencapai 19 juta metrik ton,” kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menambahkan, data LPEM FEB UI yang diolah dari Nickel Institute pada 2021, menyebutkan Indonesia menjadi negara kedua setelah Australia dengan sumber daya nikel terbesar di dunia, yakni 33,3 juta ton atau 11 persen. Besarnya kandungan nikel yang dimiliki Indonesia ini sangat mendukung pengembangan industri kendaraan listrik. Khususnya, dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.
“Permintaan nikel dari industri kendaraan listrik diperkirakan akan tumbuh sebesar 28,0 persen CAGR sepanjang 2020-2030 menjadi 1,3 juta ton. Indonesia ditargetkan akan menjadi pusat produksi kendaraan listrik dan fokus di hilir, serta menargetkan 300.000 mobil listrik dan 2,5 juta sepeda motor listrik pada 2030. Hal ini jelas menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor,” pungkas Bamsoet. (*)